Pembangunan Pertanian Indonesia sudah berlangsung lebih dari 1 abad. Berbagai keberhasilan sudah banyak tercapai, namun sumbangan sector pertanian secara sinergis denan sector lain tidak berimbang. Hal ini disebabkan pertanian Indonesia berada di persimpangan jalan, antara kontribusi pertanian dengan pembangunan ekonomi secara makro.
Pertanian adalah kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk
dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula
berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk
lanjutan, seperti pembuatan kejudan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Bagian terbesar penduduk dunia
bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian
hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini
memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai
realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.
Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan
lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar
17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Namun sayangnya Kurangnya minat
pelajar dan mahasiswa di bidang pertanian juga menjadi penghambat perkembangan
dan kemajuan pertanian di indonesia, hal ini sangat di kecewakan karna melihat
kondisi pertanian yang saat ini sudah merosot jauh.Sektor pertanian merupakan
sektor yang mempunyai peranan yang strategis dalam struktur pembangunan perekonomian
nasional, Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara
serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa, Perjalanan pembangunan
pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang
maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada
pendapatan nasional, Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari
keseluruhan pembangunan nasional.
Bagaimana tidak, beberapa golongan masyarakat menganggap bahwa sector pertanian adalah sektor minim penghasilan dan berada dikelas bawah untuk golongan pekerjaan,bahkan tidak jarang masyarakat Indonesia menganggap bahwa seorang petani,atau petani hanyalah untuk mereka golongan yang tidak ambil bagian di bidang pendidikan alias hanya untuk orang yang tidak bersepatu seperti para petani sekarang yang sebagian besar berasal dari masyarakat miskin.
Bagaimana tidak, beberapa golongan masyarakat menganggap bahwa sector pertanian adalah sektor minim penghasilan dan berada dikelas bawah untuk golongan pekerjaan,bahkan tidak jarang masyarakat Indonesia menganggap bahwa seorang petani,atau petani hanyalah untuk mereka golongan yang tidak ambil bagian di bidang pendidikan alias hanya untuk orang yang tidak bersepatu seperti para petani sekarang yang sebagian besar berasal dari masyarakat miskin.
Fakta
lain membuktikan bahwa para petani tidaklah bangga dengan misi ataupun tugas
yang mereka emban,tidak jarang petani-petani kita menyekolahkan anaknya
tinggi-tinggi hanya agar anaknya tidak lagi bergelut di bidang pertanian,
inilah problema kita sebenarnya di Indonesia, tiada yang bangga dengan profesi
petani. Padahal jika dikembangkan pertanian Indonesia sebenarnya memiliki
kesempatan(chance) untuk menjadi Negara subur dan sukses dengan pertaniannya
juga. Namun hanya mereka yang betul-betul sadar akan kompetensi itu yang bisa
paham betul bagaimana konstruksi pertanian Indonesia, sedangkan yang lain
tertutup hanya untuk menjadi PNS, Karyawan swasta ataupun membenamkan diri di
bidang industry. Memang tidak bisa dipungkiri sumber daya kita di Indonesia
sangat berlimpah, bahkan satu-persatu sumber devisa Negara bermunculan disektor
industry, mulai dari timah, emas, nikel dan yang lainnya, Kecanggungan pun
terasa ketika para petani kita harus bersaing dengan gemuruh gelegar
mesin-mesin industry dan rimba-rimba beton bangunan yang seakan tiada henti
bermunculan, Warna hijaupun disulap menjadi hutan beton,dengan sesak dan panas
yang menjadi persembahan utamanya.
Bukan hal itu yang diinginkan para
pendahulu kita, bukan rimba beton yang diharapkan berdiri menjulang semarata
menutupi keindahan alam nirwana kita, Namun hanya kesejahteraan umum yang
menjadi landasan utama pembentukan bangsa kita, Justru hal ini yang menjadi
pemikiran rumit bagaimana kedepannya seandainya satu-persatu lahan kita diisi
beton dan gedung bertingkat, Dimana lagi kita harus mencari lahan pertanian
untuk pangan kita? Haruskah kita mengimpor besar-besaran beras hanya untuk
mencukupi pangan dan konsumsi masyarakat kita, Bagaimana dengan rencana
swasembada beras Indonesia? Bagimana teknisi pelaksanaan revolusi hijau kita?
Dimana hasil kerja keras para pemikir disektor pertanian kita? Selanjutnya
haruskah tiap hari mahasiswa dan para orator turun ke jalan menyuarakan
aspirasi mereka hanya untuk mencari secerca harapan,? Yang pada hakikatnya
untuk kita semua ?
Tentunya ini menjadi big question ?
alias pertanyaan terbesar bagi bangsa kita, Kita adalah Negara maritime, dengan
lembah, sungai, bukit dengan persawahan terbentang luas, mulai sabang hingga
merauke katanya, Namun apa daya kita dipaksakan menjadi Negara industry oleh
sebagian pihak yang berniat menjadikan Negara kita Negara maju. Dan pemikiran
sempitnya, bahwasanya Negara maju adalah Negara yang sukses di sector industry,
ekspor dan impor barangny. Akhirnya nama agraris sendiri terbengkalai, Maritim
juga sekarang hanya tinggal kenangan. Daerah Indonesia yang memiliki daerah
perairan lebih luas dibanding daratan justru ditutupi keruhnya industry
minyak-minyak yang tidak henti mengotori laut kita,tambahan amunisi kotor pun
datang saat tabuhan bom-bom dan hulu ledak menghujam keras permata bangsa kita
di indahnya biru asri laut kita. Semuanya seakan tiada henti menerpa kita,
bukan karena petugas penjaga yang kurang disiplin ataupun para tokoh yang
kurang kreatif memberi inovasi baru untuk kita semua, melainkan kita yang
sebenarnya kurang berfikir untuk hal itu. Kurang sadar bagaimana pentingnya
menajga lingkungan kita, yang diciptakan sangat sempurna untuk kita nikmati,
Kita adalah pijar selanjutnya, kita
semua generasi muda lentera masa depan bangsa, yang suatu saat akan dilimpahkan
wewenang dan tanggung jawab menjaga dan mengembangkan tugas mulia mengawal
bangsa kita,bukan untuk mengubah sejarah menjadi Negara industry tapi menanam
dan menyemaikan kembali nama agraris dan maritime untuk daerah kita, sungguh
hal yang sangat menjanjikan bagi orang yang mau mengembangkan sector hijau dan
biru kita, Oleh karena itu mari sejenak berfikir bagaimana kita akan
mengarahkan bangsa kita kedepannya, bukan tertegun lesu karena malu disebut
petani, tapi wajah semangat dan merah merona dengan aliran semangat penuh
tanggung jawab,s iap tegap menyapa bangga kalau “Saya adalah Pak Tani”. Tiada
rasa sesal dan malu untu melanjutkan studi pertanian dan turun langsung menjadi
seorang penyemai padi, pemupuk dan pemanen bulir gabah suci hasil tetes
keringat selam perjuangan mengembangkannya.
Nah yang menjadi problem terbesarnya
sekarang justru, para lulusan pertanian yang menjadi tombak penggubah arah dan
haluan maritime Indonesia yang tidak mau terlibat langsung dalam penciptaanya.
Entah hal apa yang membayangi para sarjana pertanian kita yang enggan turun ke
sawah dan ladang langsung menerapkan apa yang mereka peroleh dari pendidikan
dan pengasahnnya selama ini. Bagaimana pertanian mau berkembang jikalau mereka
yang diembani tugas enggan menyingsingkan lengan dan bergulat dengan sahabat
tanah dan lumpur kita. Apa yang bisa diharapkan dari hal itu? Bagaimana pertanian
mau maju kalau kalian wahai pelopor agraris enggan turun langsung. Masihkah
kita mau menjadi bahan tertawaan Negara tetangga karena mengimpor beras hanya
untuk konsumsi sehari-hari? Padahal kita ini Negara agraris, rasa malu itu yang
seharusnya menjadi tombak revolusi Indonesia, tolakan reformasi pembaruan
pertanian kita. Mari kita galang kembali apa yang sebenarnya menjadi jati diri
kita, bukan terus-terusan tertegung ditengah hiruk-pikuk pencurian dan
perampasan hak milik orang lain, yang seakan tiada hentinya dipermasalahkan dan
menjadi trending topic, yang akhirnya suatu saat bisa menjadi bom kaget yang
menghancurkan bangsa akibat kebohongan dan tanggung jawab yang telah hilang,
kami tidak mau dijajah kembali, baik secara fisik maupun psikis.
Yang menjadi kendala perekonomian
Indonesia saatt ini dengan masalah Pembangunan Pertanian, yaitu :
1. Kurangnya minat para pelajar dan
mahasiswa di dalam bidang pertanian dapat menghambat perkembangan dan kemajuan
pertanian Indonesia.
2. Sector pertanian juga termasuk
sector yang kurang dapatnya perhatian dari Pemerintah kita sendiri.
3. Banyak masyarakat menganggap bahwa sector
pertanian adalah sektor minim penghasilan dan berada dikelas bawah untuk
golongan pekerjaan, oleh karena itu minimnya masyarakat yang berminat di sector
pertanian.
4. Banyaknya para lulusan pertanian
yang menjadi tombak penggubah arah dan haluan maritime Indonesia yang tidak mau
terlibat langsung dalam penciptaanya. Bagaimana pertanian Indonesia bisa maju,
jika para sarjana lulusan pertanian itu sendiri tidak mau bergulat dengan tanah
dan lumpur itu sendiri?
·
Kesimpulan
menurut saya :
Yang menjadi kendala perekonomian
Indonesia dalam bidang pembangunan pertanian belum menunjukkan hasil yang
maksimal adalah masyarakatnya sendiri, generasi mudanya sendiri. Karena para
pelajar dan mahasiswa kurang tertarik pada bidang pertanian, akhirnya kurangnya
perhatian pada sector pertanian. Pemerintah sendiri juga seharusnya
memperhatikan perkembangan sector pertanian kita. Masyarkatpun seharusnya
jangan berfikiran bahwa sector pertanian itu minim penghasilannya, tapi seharus
masyarakat yang menjadi petani bangga karena Pak Tani lah yang dapat membantu
ketersediaannya beras. Jika tidak ada petani, maka Negara kita akan mengimpor
beras dari Negara lain. Apakah kita tidak malu mengimpor beras ke Negara lain
untuk kebutuhan sehari-hari? Sedangkan Negara kita adalah Negara agraris,
Negara maritime, dengan lembah, sungai, bukit dengan persawahan terbentang
luas, namun kita tidak melestarikannya atau memanfaatkannya atau menjaganya.
Para lulusan pertanian pun seharusnya turun langsung, untuk mengembangkang
sector pertanian kita agar kita tidak dijajah kembali, baik secara fisik maupun
psikis.
Sumber :



Tidak ada komentar:
Posting Komentar