Rabu, 15 April 2015

HAKIKAT OTONOMI



HAKIKAT OTONOMI

SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
A.    Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

B.     Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.

C.     Masa Kemerdekaan
1.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)      Provinsi
2)      Kabupaten/kota besar
3)      Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
2.      Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a)      Propinsi
b)      Kabupaten/kota besar
c)      Desa/kota kecil
d)     Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1)      Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2)      Daerah swatantra tingkat II
3)      Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4.      Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
5.      Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)      Provinsi (tingkat I)
2)      Kabupaten (tingkat II)
3)      Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6.      Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1)      Provinsi/ibu kota Negara
2)      Kabupaten/kotamadya
3)      Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
7.      Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun  1999 adalah sebagai berikut:
1)      Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2)      Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
3)      Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4)      Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
8.      Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

Yang dapat menimbulkan Otonomi daerah:
1.      luas wilayah. Lahirnya pemerintah daerah atau pemerintah lokal adalah karena luasnya wilayah suatu negara, sehingga tidak memungkinkan dibentuknya struktur pemerintahan yang satu tahap saja dalam lingkup negara yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya suatu struktur yang ada dibawahnya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, dengan adanya pemerintahan daerah tersebut, diharapkan kegiatan pemerintahan akan berjalan dengan lancar dan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal.
2.      efektifitas dan efisiensi pelayanan, yaitu dengan adanya pemeritahan daerah yang merupakan jabaran atau kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat dimungkinkan terjadi seefektif mungkin, karena adanya pemerintah daerah, akan menjadikan pemerintah dekat dengan rakyatnya. oleh sebab itu, pemerintah daerah dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi kebutuhan masyarakat secara kekinian. sehingga dapat direspon dengan cepat, maka dalam ini akan berbeda dengan keadaan jika yang menangani hanya pemerintah pusat, karena yang terjadi adalah sentarlistik dan akan menyebabkan keseragaman kebijakan terhadap daerah yang beraneka ragam, sehingga dianggap kurang responsif terhadap kebutuhan masing masing daerah.
3.      mendorong partisipasi masyarakat. yaitu dengan adanya pemerintahan daerah atau pemerintahan lokal, diharapkan akan mendorong terciptanya partisipasi aktif dari masyarkat secara luas, sehingga berjalannya pemerintahan dan proses pembangunan, tidak dilakukan oleh pemerintah saja, melainkan juga turut serta dilakukan dan didukung oleh masyarakat. dengan adanya pemerintahan daerah, diharapkan masyarakat bukan lagi menjadi objek dari pembangunan, namun lebih dari pada itu, masyarakat juga menjadi pelaku atau subjek dari pembangunan itu sendiri. masyarakat diharapkan dapat turut aktif dalam kegiatan organisasi pemrintahan dengan turut serta berperan dalam memberikan intput seperti memberikan masukan, dukungan dan tanggapan atau kritik terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemintah. sehingga dengan demikian diharapkan terjadi sinergitas antara pemerintah dan masyarakat danmendorong pembangunan kearah demokratisasi.
4.      agar tidak berat dipusat. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah pusat dalam hubungan domestik kepada pemerintan daerah. Kecuali untuk bidang politik luar negeri, pertahanan, keagamaan, serta bidang keuangan dan moneter. hal ini akan mendorong situasi yang kondusif dan mengarah kepada efektifitas, karena dengan adanya pemerintahan lokal, diharapkan pemerintah pusat tidak terlalu terbebani dengn tugas dan kewajibannya dan dapat didistribusian kepada pemerintah daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kepada terciptanya asas efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

·         Kesimpulan menurut saya :
Menurut saya timbulnya otonomi daerah agar setiap daerah ada yang mengatur kesejahteraan rakyat maupun keadaan disetiap daerah masing-masing. Karena adanya hakikat otonomi daerah, setiap daerah memiliki pemerintahan daerahnya masing-masing untuk menjalankan kewenangannya. Dengan adanya hakikat otonomi daerah, setiap daerah berhak untuk merumuskan kebijakan pembangunan, membuat inovasi atau melakukan terobosan-terobosan tertentu dalam rangka mempercepat peningkatakan kesejahteraan rakyatnya. Dan dapat membantu Pemerintah dalam mengurus Negaranya.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar