Rabu, 15 April 2015

UNDANG - UNDANG NO. 05 TAHUN 1999


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.       bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.      bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga Negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;
c.       bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dan kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian- perjanjian internasional;
d.      bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud dalam hurus a, huruf b dan huruf c atas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat perlu disusun Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

·         Menurut saya tujuan ditetapkannya UU NO. 05 Tahun 1999, yaitu :
1.      Untuk menghindari terjadinya Monopoli. Yang dimaksud dengan monopoli adalah adanya penguasaan atas produksi  pada pemasaran barang dan jasa. Dan akan ada Pelaku Monopoli. Pelaku Monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi yang mengakibatkan dikuasainya produksi barang dan jasa oleh satu atau lebih dari pelaku usaha sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dan dapat merugikan masyarakat sekitar.
2.      Untuk menghindari adanya Oligopoli. Oligopoli adalah suatu pasar dimana yang menjadi dominan pemasok dan penjual karena pasar tersebut semua penjualnya menjual barang atau jasa yang sama, yang akhirnya terjadi sedikitnya pesaing untuk pemasok tersebut karena ia lah yang menguasai permintaan pasar.

Menurut saya jika tidak ada UU NO. 05 Tahun 1999 yang terjadi yaitu :
1.      Pastinya akan terjadi Monopoli, dimana adanya penguasaan produksi atas barang dan jasa yang akhirnya akan mengakibatkan adanya persaingan antar penjual yang akhirnya dapat menimbulkan persaingan tidak sehat.
2.      Munculnya Pasar Oligopoli, yaitu pasar yang menjadi pemasok dominan yaitu pemasok yang tidak mempunyai pesaing yang berarti atau pemasok yang menguasai atas permintaan pasar. Dan akhirnya terjadi Penyalahgunaan Posisi Dominan. Hal ini pemasok bisa menetapkan harga yang tinggi terhadap barang atau jasa yang akan di pasarkan. Dan dampaknya dapat merugikan masyarakat sekitar.

Sumber :

PEMBANGUNAN PERTANIAN INDONESIA


Pembangunan Pertanian Indonesia sudah berlangsung lebih dari 1 abad. Berbagai keberhasilan sudah banyak tercapai, namun sumbangan sector pertanian secara sinergis denan sector lain tidak berimbang. Hal ini disebabkan pertanian Indonesia berada di persimpangan jalan, antara kontribusi pertanian dengan pembangunan ekonomi secara makro.

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggriscrop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan kejudan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto.

Namun sayangnya Kurangnya minat pelajar dan mahasiswa di bidang pertanian juga menjadi penghambat perkembangan dan kemajuan pertanian di indonesia, hal ini sangat di kecewakan karna melihat kondisi pertanian yang saat ini sudah merosot jauh.Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan yang strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional, Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa, Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional, Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional.

Bagaimana tidak, beberapa golongan masyarakat menganggap bahwa sector pertanian adalah sektor minim penghasilan dan berada dikelas bawah untuk golongan pekerjaan,bahkan tidak jarang masyarakat Indonesia menganggap bahwa seorang petani,atau petani hanyalah untuk mereka golongan yang tidak ambil bagian di bidang pendidikan alias hanya untuk orang yang tidak bersepatu seperti para petani sekarang yang sebagian besar berasal dari masyarakat miskin.
Fakta lain membuktikan bahwa para petani tidaklah bangga dengan misi ataupun tugas yang mereka emban,tidak jarang petani-petani kita menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi hanya agar anaknya tidak lagi bergelut di bidang pertanian, inilah problema kita sebenarnya di Indonesia, tiada yang bangga dengan profesi petani. Padahal jika dikembangkan pertanian Indonesia sebenarnya memiliki kesempatan(chance) untuk menjadi Negara subur dan sukses dengan pertaniannya juga. Namun hanya mereka yang betul-betul sadar akan kompetensi itu yang bisa paham betul bagaimana konstruksi pertanian Indonesia, sedangkan yang lain tertutup hanya untuk menjadi PNS, Karyawan swasta ataupun membenamkan diri di bidang industry. Memang tidak bisa dipungkiri sumber daya kita di Indonesia sangat berlimpah, bahkan satu-persatu sumber devisa Negara bermunculan disektor industry, mulai dari timah, emas, nikel dan yang lainnya, Kecanggungan pun terasa ketika para petani kita harus bersaing dengan gemuruh gelegar mesin-mesin industry dan rimba-rimba beton bangunan yang seakan tiada henti bermunculan, Warna hijaupun disulap menjadi hutan beton,dengan sesak dan panas yang menjadi persembahan utamanya.


Bukan hal itu yang diinginkan para pendahulu kita, bukan rimba beton yang diharapkan berdiri menjulang semarata menutupi keindahan alam nirwana kita, Namun hanya kesejahteraan umum yang menjadi landasan utama pembentukan bangsa kita, Justru hal ini yang menjadi pemikiran rumit bagaimana kedepannya seandainya satu-persatu lahan kita diisi beton dan gedung bertingkat, Dimana lagi kita harus mencari lahan pertanian untuk pangan kita? Haruskah kita mengimpor besar-besaran beras hanya untuk mencukupi pangan dan konsumsi masyarakat kita, Bagaimana dengan rencana swasembada beras Indonesia? Bagimana teknisi pelaksanaan revolusi hijau kita? Dimana hasil kerja keras para pemikir disektor pertanian kita? Selanjutnya haruskah tiap hari mahasiswa dan para orator turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka hanya untuk mencari secerca harapan,? Yang pada hakikatnya untuk kita semua ?

Tentunya ini menjadi big question ? alias pertanyaan terbesar bagi bangsa kita, Kita adalah Negara maritime, dengan lembah, sungai, bukit dengan persawahan terbentang luas, mulai sabang hingga merauke katanya, Namun apa daya kita dipaksakan menjadi Negara industry oleh sebagian pihak yang berniat menjadikan Negara kita Negara maju. Dan pemikiran sempitnya, bahwasanya Negara maju adalah Negara yang sukses di sector industry, ekspor dan impor barangny. Akhirnya nama agraris sendiri terbengkalai, Maritim juga sekarang hanya tinggal kenangan. Daerah Indonesia yang memiliki daerah perairan lebih luas dibanding daratan justru ditutupi keruhnya industry minyak-minyak yang tidak henti mengotori laut kita,tambahan amunisi kotor pun datang saat tabuhan bom-bom dan hulu ledak menghujam keras permata bangsa kita di indahnya biru asri laut kita. Semuanya seakan tiada henti menerpa kita, bukan karena petugas penjaga yang kurang disiplin ataupun para tokoh yang kurang kreatif memberi inovasi baru untuk kita semua, melainkan kita yang sebenarnya kurang berfikir untuk hal itu. Kurang sadar bagaimana pentingnya menajga lingkungan kita, yang diciptakan sangat sempurna untuk kita nikmati,
Kita adalah pijar selanjutnya, kita semua generasi muda lentera masa depan bangsa, yang suatu saat akan dilimpahkan wewenang dan tanggung jawab menjaga dan mengembangkan tugas mulia mengawal bangsa kita,bukan untuk mengubah sejarah menjadi Negara industry tapi menanam dan menyemaikan kembali nama agraris dan maritime untuk daerah kita, sungguh hal yang sangat menjanjikan bagi orang yang mau mengembangkan sector hijau dan biru kita, Oleh karena itu mari sejenak berfikir bagaimana kita akan mengarahkan bangsa kita kedepannya, bukan tertegun lesu karena malu disebut petani, tapi wajah semangat dan merah merona dengan aliran semangat penuh tanggung jawab,s iap tegap menyapa bangga kalau “Saya adalah Pak Tani”. Tiada rasa sesal dan malu untu melanjutkan studi pertanian dan turun langsung menjadi seorang penyemai padi, pemupuk dan pemanen bulir gabah suci hasil tetes keringat selam perjuangan mengembangkannya.
Nah yang menjadi problem terbesarnya sekarang justru, para lulusan pertanian yang menjadi tombak penggubah arah dan haluan maritime Indonesia yang tidak mau terlibat langsung dalam penciptaanya. Entah hal apa yang membayangi para sarjana pertanian kita yang enggan turun ke sawah dan ladang langsung menerapkan apa yang mereka peroleh dari pendidikan dan pengasahnnya selama ini. Bagaimana pertanian mau berkembang jikalau mereka yang diembani tugas enggan menyingsingkan lengan dan bergulat dengan sahabat tanah dan lumpur kita. Apa yang bisa diharapkan dari hal itu? Bagaimana pertanian mau maju kalau kalian wahai pelopor agraris enggan turun langsung. Masihkah kita mau menjadi bahan tertawaan Negara tetangga karena mengimpor beras hanya untuk konsumsi sehari-hari? Padahal kita ini Negara agraris, rasa malu itu yang seharusnya menjadi tombak revolusi Indonesia, tolakan reformasi pembaruan pertanian kita. Mari kita galang kembali apa yang sebenarnya menjadi jati diri kita, bukan terus-terusan tertegung ditengah hiruk-pikuk pencurian dan perampasan hak milik orang lain, yang seakan tiada hentinya dipermasalahkan dan menjadi trending topic, yang akhirnya suatu saat bisa menjadi bom kaget yang menghancurkan bangsa akibat kebohongan dan tanggung jawab yang telah hilang, kami tidak mau dijajah kembali, baik secara fisik maupun psikis.

Yang menjadi kendala perekonomian Indonesia saatt ini dengan masalah Pembangunan Pertanian, yaitu :
1.      Kurangnya minat para pelajar dan mahasiswa di dalam bidang pertanian dapat menghambat perkembangan dan kemajuan pertanian Indonesia.
2.      Sector pertanian juga termasuk sector yang kurang dapatnya perhatian dari Pemerintah kita sendiri.
3.       Banyak masyarakat menganggap bahwa sector pertanian adalah sektor minim penghasilan dan berada dikelas bawah untuk golongan pekerjaan, oleh karena itu minimnya masyarakat yang berminat di sector pertanian.
4.      Banyaknya para lulusan pertanian yang menjadi tombak penggubah arah dan haluan maritime Indonesia yang tidak mau terlibat langsung dalam penciptaanya. Bagaimana pertanian Indonesia bisa maju, jika para sarjana lulusan pertanian itu sendiri tidak mau bergulat dengan tanah dan lumpur itu sendiri?

·         Kesimpulan menurut saya :
Yang menjadi kendala perekonomian Indonesia dalam bidang pembangunan pertanian belum menunjukkan hasil yang maksimal adalah masyarakatnya sendiri, generasi mudanya sendiri. Karena para pelajar dan mahasiswa kurang tertarik pada bidang pertanian, akhirnya kurangnya perhatian pada sector pertanian. Pemerintah sendiri juga seharusnya memperhatikan perkembangan sector pertanian kita. Masyarkatpun seharusnya jangan berfikiran bahwa sector pertanian itu minim penghasilannya, tapi seharus masyarakat yang menjadi petani bangga karena Pak Tani lah yang dapat membantu ketersediaannya beras. Jika tidak ada petani, maka Negara kita akan mengimpor beras dari Negara lain. Apakah kita tidak malu mengimpor beras ke Negara lain untuk kebutuhan sehari-hari? Sedangkan Negara kita adalah Negara agraris, Negara maritime, dengan lembah, sungai, bukit dengan persawahan terbentang luas, namun kita tidak melestarikannya atau memanfaatkannya atau menjaganya. Para lulusan pertanian pun seharusnya turun langsung, untuk mengembangkang sector pertanian kita agar kita tidak dijajah kembali, baik secara fisik maupun psikis.

 Sumber :



HAKIKAT OTONOMI



HAKIKAT OTONOMI

SEJARAH OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
A.    Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

B.     Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.

C.     Masa Kemerdekaan
1.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)      Provinsi
2)      Kabupaten/kota besar
3)      Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
2.      Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a)      Propinsi
b)      Kabupaten/kota besar
c)      Desa/kota kecil
d)     Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1)      Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2)      Daerah swatantra tingkat II
3)      Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4.      Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
5.      Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1)      Provinsi (tingkat I)
2)      Kabupaten (tingkat II)
3)      Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6.      Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1)      Provinsi/ibu kota Negara
2)      Kabupaten/kotamadya
3)      Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
7.      Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun  1999 adalah sebagai berikut:
1)      Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2)      Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
3)      Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4)      Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
8.      Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

Yang dapat menimbulkan Otonomi daerah:
1.      luas wilayah. Lahirnya pemerintah daerah atau pemerintah lokal adalah karena luasnya wilayah suatu negara, sehingga tidak memungkinkan dibentuknya struktur pemerintahan yang satu tahap saja dalam lingkup negara yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya suatu struktur yang ada dibawahnya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, dengan adanya pemerintahan daerah tersebut, diharapkan kegiatan pemerintahan akan berjalan dengan lancar dan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal.
2.      efektifitas dan efisiensi pelayanan, yaitu dengan adanya pemeritahan daerah yang merupakan jabaran atau kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat dimungkinkan terjadi seefektif mungkin, karena adanya pemerintah daerah, akan menjadikan pemerintah dekat dengan rakyatnya. oleh sebab itu, pemerintah daerah dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi kebutuhan masyarakat secara kekinian. sehingga dapat direspon dengan cepat, maka dalam ini akan berbeda dengan keadaan jika yang menangani hanya pemerintah pusat, karena yang terjadi adalah sentarlistik dan akan menyebabkan keseragaman kebijakan terhadap daerah yang beraneka ragam, sehingga dianggap kurang responsif terhadap kebutuhan masing masing daerah.
3.      mendorong partisipasi masyarakat. yaitu dengan adanya pemerintahan daerah atau pemerintahan lokal, diharapkan akan mendorong terciptanya partisipasi aktif dari masyarkat secara luas, sehingga berjalannya pemerintahan dan proses pembangunan, tidak dilakukan oleh pemerintah saja, melainkan juga turut serta dilakukan dan didukung oleh masyarakat. dengan adanya pemerintahan daerah, diharapkan masyarakat bukan lagi menjadi objek dari pembangunan, namun lebih dari pada itu, masyarakat juga menjadi pelaku atau subjek dari pembangunan itu sendiri. masyarakat diharapkan dapat turut aktif dalam kegiatan organisasi pemrintahan dengan turut serta berperan dalam memberikan intput seperti memberikan masukan, dukungan dan tanggapan atau kritik terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemintah. sehingga dengan demikian diharapkan terjadi sinergitas antara pemerintah dan masyarakat danmendorong pembangunan kearah demokratisasi.
4.      agar tidak berat dipusat. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah pusat dalam hubungan domestik kepada pemerintan daerah. Kecuali untuk bidang politik luar negeri, pertahanan, keagamaan, serta bidang keuangan dan moneter. hal ini akan mendorong situasi yang kondusif dan mengarah kepada efektifitas, karena dengan adanya pemerintahan lokal, diharapkan pemerintah pusat tidak terlalu terbebani dengn tugas dan kewajibannya dan dapat didistribusian kepada pemerintah daerah, yang pada akhirnya akan mendorong kepada terciptanya asas efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

·         Kesimpulan menurut saya :
Menurut saya timbulnya otonomi daerah agar setiap daerah ada yang mengatur kesejahteraan rakyat maupun keadaan disetiap daerah masing-masing. Karena adanya hakikat otonomi daerah, setiap daerah memiliki pemerintahan daerahnya masing-masing untuk menjalankan kewenangannya. Dengan adanya hakikat otonomi daerah, setiap daerah berhak untuk merumuskan kebijakan pembangunan, membuat inovasi atau melakukan terobosan-terobosan tertentu dalam rangka mempercepat peningkatakan kesejahteraan rakyatnya. Dan dapat membantu Pemerintah dalam mengurus Negaranya.


Sumber :