HUKUM PERDATA
Hukum Perdata Yang Berlaku di
Indonesia
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan pasal
163 IS (Indische Staatsregeling) yang artinya aturan Pemerintah Hindia belanda,
adalah berlainan untuk golongan warga Indonesia yaitu :
a.
Untuk golongan warga negara
Indonesia asli berlaku hukum adat, yaitu hukum yang sejak dulu kala secara
turun menurun.
b.
Untuk golongan warga Indonesia
keturunan cina berlaku seluruh BW dengan penambahan mengenai pengangkatan anak
dan kongsi (S.1917 No. 129).
c.
Untuk golongan warga negara
Indonesia keturunan Arab, India, Pakistan, dan lain-lain berlaku sebagaimana BW
yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan hukum waris tanpa wasiat berlaku hukum
adatnya sendiri, yaitu hukum adat mereka yang tumbuh di Indonesia.
d.
Untuk golongan warga negara
Indonesia keturunan Eropa (Belanda, Jerman, Perancis), dan Jepang seluruh BW.
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan berlakunya hukum
perdata untuk dilaksanakan.. adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah
ketentuan undang – undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan
hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum.
Kewajiban selalu di imbangi dengan hak.
Sejarah Singkat Hukum Perdata yang
Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum
Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak
lepas dan' Sejarah Hukum Perdata Eropa.
lepas dan' Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama di
Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi,
disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum
Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa. oleh karena
keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-
peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum
Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa. oleh karena
keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-
peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini
jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat
ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan
hukum dan keseragaman hukum. Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama ”Code Civil des Francois" yang juga dapat disebut ”Code Napoleon”, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagian dari Code
Napoleon.
ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan
hukum dan keseragaman hukum. Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama ”Code Civil des Francois" yang juga dapat disebut ”Code Napoleon”, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagian dari Code
Napoleon.
Sebagai petunjuk penyusunan Code
Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli
hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum
Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek.
hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum
Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek.
Dan mengenai peraturan-peraturan
hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain
masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Autklarung (Jaman
baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan
nama ”Code de Commerce".
masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Autklarung (Jaman
baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan
nama ”Code de Commerce".
Sejalan dengan adanya penjajahan
oleh bangsa Belanda (1809-181 1), maka Raja Lodewijk
Napoleon Menetapkan : ”Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninklijk Holland” yang
isinya mirip dengan ”Code Civil des F rancais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber
Hukum Perdata di Beranda (Nederland).
Napoleon Menetapkan : ”Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninklijk Holland” yang
isinya mirip dengan ”Code Civil des F rancais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber
Hukum Perdata di Beranda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan
dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis
pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda
(Nederland).
Oleh karena perkembangan zaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda
(Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi
dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya
BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-
Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais
dan Code de Commerce.
pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda
(Nederland).
Oleh karena perkembangan zaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda
(Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi
dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya
BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-
Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais
dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua
Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan
di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk
Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk
Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
Pengertian & Keadaan Hukum Di
Indonesia Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Hukum perdata adalah hukum yang
mengatur hubungan anatara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum
perdata dalam artian yang luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat
juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Kondisi hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
Kondisi hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1.
Faktor etnis disebabkan
keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini
terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.
Faktor hysteria yuridis yang dapat
kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dala 3 golongan
yaitu : golongan eropa, golongan bumi putera dan golongan timur asing
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap
hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131,I.S yang sebelumnya terdapat pada
pasal 75 RR yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.
Hukum perdata dan dagang diletakan
dalam kitab undang-undang yaitu kodifikasi.
2.
Untuk golongan bangsa Eropa
harus dianut perundangan-undangan yang berlaku dinegeri belanda.
3.
Untuk golongan bangsa Indonesia Asia
dan Timur Asing jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka
mengkhendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan
berlaku untuk mereka.
4.
Orang Indonesia asli dan orang
Timur asing, sepanjang mereka belum ditudukan dibawah suatu peraturan bersama
dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukan diri pada hukum yang berlaku
untuk bangsa Eropa.
5.
Sebelumnya untuk bangsa Indonesia
ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum
yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Sistematika
Hukum Perdata
Apabila dilihat dari sistematika, hukum perdata di Indonesia
mengenal 2 sistematika :
1.
Sistematika hukum perdata menurut
undang – undang yaitu hubungan perdata sebagaimana termuat dalam kitab Undang –
undang hukum perdata yang terdiri :
- Buku I : tentang orang yang mengatur hukum perseorangan dan hukum keluarga (pasal 1 s/d 498)
- Buku II : Tentang benda yang mengatur hukum benda dan hukum waris (pasal 499 s/d 1232)
- Buku III : Tentang perikatan yang mengatur hukum perikatan dan hukum perjanjian (pasal 1233 s/d 1864)
- Buku IV : Tentang pembuktian dan kadaluwarsa yang mengatur alat – alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum diatur (pasal 1805 s/d 1993)
2.
Menurut ilmu pengetahuan hukum,
sistematika hukum perdata material terdiri :
- Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum perorangan mengatur tentang hal – hal diri seseorang.
- Hukum tentang keluarga /hukum keluarga : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum,mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum keluarga mengatur tentang hukum yang timbul di perkawinan.
- Hukum tentang harta kekayaan / hukum harta benda : mengatur perihal hubungan – hubungan hukum yang dapat diukur dengan uang. Hak mutlak yang memberi kekuasaan atau suatu benda yaa.
- Hukum Waris(erfrecht) : memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
HUKUM
PERIKATAN
A.
Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum
Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana juga telah
memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan
yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan
untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan
perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya
positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya;
perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi
sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak
B.
Dasar hukum perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut:
1.
Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.
Perikatan
yang timbul dari undang-undang
3.
Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1.
Perikatan
(Pasal 1233 KUH Perdata) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.
Persetujuan
(Pasal 1313 KUH Perdata) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang
(Pasal 1352 KUH Perdata) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
C.
Azas-azas hukum perikatan
1.
ASAS KONSENSUALISME
Asas konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1
KUHPdt. Pasal 1320 KUHPdt : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
sarat :
1)
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2)
Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian
3)
suatu
hal tertentu
4)
suatu
sebab yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan
dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak
ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
2.
ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Asas pacta sun servanda berkaitan dengan akibat suatu
perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt:
·
Perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
·
Para
pihak harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu
merupakan kehendak bebas para pihakASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3.
ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Pasal 1338 KUHPdt : “semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya”
Ketentuan
tersebut memberikan kebebasan parapihak untuk :
·
Membuat
atau tidak membuat perjanjian;
·
Mengadakan
perjanjian dengan siapapun;
·
Menentukan
isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
·
Menentukan
bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN.
Di samping ketiga asas utama
tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
1. Asas kepercayaan;
2. Asas persamaan hukum;
3. Asas keseimbangan;
4. Asas kepastian hukum;
5. Asas moral;
6. Asas kepatutan;
7. Asas kebiasaan;
8. Asas perlindungan;
D.
Hapusnya Perikatan
Dalam
KUHpdt (BW) tidak diatur secara khusus apa yang dimaksud berakhirnya perikatan,
tetapi yang diatur dalam Bab IV buku III BW hanya hapusnya perikatan. Pasal
1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara
tersebut adalah:
·
Pembayaran.
·
Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
·
Pembaharuan
utang (novasi).
·
Perjumpaan
utang atau kompensasi.
·
Percampuran
utang (konfusio).
·
Pembebasan utang.
·
Musnahnya barang terutang.
·
Batal/ pembatalan.
·
Berlakunya suatu syarat batal.
·
Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Terkait dengan Pasal 1231 perikatan
yang lahir karena undang-undang dan perikatan yang lahir karena perjanjian.
Maka berakhirnya perikatan juga demikian. Ada perikatan yang berakhir karena
perjanjian seperti pembayaran, novasi, kompensasi, percampuran utang,
pembebasan utang, pembatalan dan berlakunya suatu syarat batal. Sedangkan
berakhirnya perikatan karena undang–undang diantaranya; konsignasi, musnahnya
barang terutang dan daluarsa.
Agar berakhirnya perikatan tersebut
dapat terurai jelas maka perlu dikemukakan beberapa item yang penting, perihal
defenisi dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya sehinga suatu perikatan/
kontrak dikatakan berakhir.
·
Pembayaran
Berakhirnya kontrak karena pembayaran dijabarkan lebih
lanjut dalam Pasal 1382 BW sampai dengan Pasal 1403 BW. Pengertian pembayaran
dapat ditinjau secara sempit dan secara yuridis tekhnis.
Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh
debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang
atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya
dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang
bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
Suatu maslah yang sering muncul dalam pembayaran adalah
masalah subrogasi. Subrogasi adalah penggantian hak-hak siberpiutang (kreditur)
oleh seorang ketiga yang membayar kepada siberpiutang itu. Setelah utang
dibayar, muncul seorang kreditur yang baru menggantikan kreditur yang lama.
Jadi utang tersebut hapus karena pembayaran tadi, tetapi pada detik itu juga
hidup lagi dengan orang ketiga tersebut sebagai pengganti dari kreditur yang
lama.
·
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak
pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran
pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat
menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
·
Novasi
Novasi diatur dalam Pasal 1413 Bw s/d 1424 BW. Novasi adalah
sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu
perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga
macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang
baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang
dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan
orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini
dinamakan novasi subjektif pasif). Apabila sebagai akibat suatu perjanjian
baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap
siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif)
·
Kompensasi
Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 BW
s/d Pasal 1435 BW. Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan
masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat
ditagih antara kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW). Contoh: A menyewakan
rumah kepada si B seharga RP 300.000 pertahun. B baru membayar setengah tahun
terhadap rumah tersebut yakni RP 150.000. Akan tetapi pada bulan kedua A meminjam
uang kepada si B sebab ia butuh uang untuk membayar SPP untuk anaknya sebanyak
Rp 150.000. maka yang demikianlah antara si A dan si b terjadi perjumpaan
utang.
·
Konfusio
Konfusio atau percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 BW
s/d Pasal 1437 BW. Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang
berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (vide: Pasal 1436).
Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh
krediturnya, atau si debitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan
harta kawin.
·
Pembebasan Utang
Pembebasan utang adalah
perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih
piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu.
Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah
mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada
debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
·
Kedaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu
adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat
diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :
1.
Lampau
waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang
2.
Lampau
waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
HUKUM
PERJANJIAN
A.
Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum
dan khusus.
·
Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
·
Kontrak standar khusus, artinya
kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk
para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan
berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru
eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan
masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih
dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi :
1.
Nama dan tanda tangan pihak-pihak
yang membuat kontrak.
2.
Subjek dan jangka waktu kontrak
3.
Lingkup kontrak
4.
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
5.
Kewajiban dan tanggung jawab
6.
Pembatalan kontrak
B.
Macam – Macam Perjanjian
1.
Perjanjian Jual-beli
2.
Perjanjian Tukar Menukar
3.
Perjanjian Sewa-Menyewa
4.
Perjanjian Persekutuan
5.
Perjanjian Perkumpulan
6.
Perjanjian Hibah
7.
Perjanjian Penitipan Barang
8.
Perjanjian Pinjam-Pakai
9.
Perjanjian Pinjam Meminjam
10.
Perjanjian Untung-Untunga
C.
Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.
Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada
pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang
untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap
orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.
Suatu hal tertentu Suatu hal
tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat
menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata
menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang
paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4.
Sebab yang halal Sebab ialah tujuan
antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal
1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang
Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata,
perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau
batal demi hukum.
D.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun
batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya
terjadi karena ;
1.
Adanya suatu pelanggaran dan
pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau
tidak dapat diperbaiki.
2.
Pihak pertama melihat adanya
kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak
dapat memenuhi kewajibannya.
3.
Terkait resolusi atau perintah
pengadilan
4.
Terlibat hokum
5.
Tidak lagi memiliki lisensi,
kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
E.
Pengertian Prestasi dan Wanprestasi
Dalam Hukum Kontrak Dalam kesempatan
kali ini, saya akan menjelaskan pengertian prestasi dan wanprestasi dalam hukum
kontrak. Oke kita langsung aja ya ke pembahasannya :)
Pengertian
Prestasi
Pengertian prestasi (performance)
dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis
dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu,
pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan
dalam kontrak yang bersangkutan. Model-model dari prestasi (Pasal 1234 KUH
Perdata), yaitu berupa :
·
Memberikan sesuatu;
·
Berbuat sesuatu;
·
Tidak berbuat sesuatu.
Pengertian
Wanprestasi
Pengertian wanprestasi (breach of
contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana
mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti
yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Tindakan wanprestasi membawa
konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak
yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum
diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi
tersebut.
Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena *:
·
Kesengajaan;
·
Kelalaian;
·
Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan
atau kelalaian)
* Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena
alasan-alasan force majeure, yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak
memenuhi prestasi (untuk sementara atau selama-lamanya).
Sumber :
Neltje
F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma,
Jakarta. http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_perdata_dan_hukum_dagang/1_hukum_perdata.pdf.